Kamis, 19 Juni 2014

XI-IPA3. NONSENSE.


Buk H.K (Wali kelas) Gery (K.Kelas) Zulfi (Saya) Dika (Wkl. K. Kelas)
                                              
                                                          Dian, Didel, Pratiwi, Intan

                                                        Rizka, Masita, Nurul, Mira

Dedi, Muhar, Reynaldi, Viki

Meli, Indah, Lora, Novi


                                                            Alza, Ngalem, Prisil, Sarah



                                                
                                                                Paiz Temi, Potan, Galih
                                                       Alfi, Dini, Febi, Rani
                                                     Rama, Nabilah, Halimah, Resgah
Intan s, Dita, Eka, Nirta
                                                       Riki, Sarul, Kiki, Nawaf.
Itulah Xi-IPA3 SMAN13, T.A.2013/2014.
Maaf kalau ada yang nggak di sebut.
I always as always being together with you all.





IPA 3 MENANGIS.


IPA 3 MENANGIS.
  Tak pernah sebelumnya ku melihat wanita paruh baya itu menangis sederas itu di hadapan 48 pasang mata. Ialah wanita yang menjadi wali kelas kami, buk HK nama panggilannya. Tangisnya semakin deras ketika dia berkata “Sudah puluhan tahun saya mengajar, baru kali ini saya menangis di hadapan anak murid saya, jahat kalian”.
CERITA DIMULAI
  Tak ada tanda-tanda akan turun hujan di pagi yang cerah ini, panas terik matahari mulai merasuki seisi alam semesta, tak terkecuali sekolahku tercinta. “Penghormatan kepada pemimpin Upacara” terdengar suara dari loudspeaker yang tergantung di dinding kelas, bertanda upacara pagi bendera telah dimulai. Seperti anak-anak murid biasanya, upacara senin adalah hal yang sangat membosannkan untuk dilaksanakan. Selang 30 menit berdiri di tengah terik matahari upacara-pun selesai, “upacara selesai, barisan di bubarkan” bertanda upacara telai berakhir.
   Bel pergantian pelajaran telah berbunyai, tandanya untuk memasukan buku Kimia kedalam tas, dan mengeluarkan buku Fisika dari dalam tas. Siall, baru jam Sembilan mataku sudah ngantuk, kuputuskan untuk mencuci mukak di wastafel depan kelas, namun niat itu langsung ku urangkan ketiaka melihat sesosok wanita yang muncul dari lorong pintu dan dengan seketika berjalan kearah meja guru dengan membawa rol yang panjang dan terbuat dari kayu. Wanita yang kini sudah duduk di bangku yang telah disediakan, melihat kumpulan kertas yang ia bawa, kumpulan kertas yang bisa kutebak bahwa itu adalah hasil ujian kelas XI-IPA6, “Kita ujian kan?” wanita itu melihat keseluruh penjuru kelas. “Rabu buk tapi ibuk bilang” kompak sekelas berkata seperi itu, “oh yasudah, ini kita kalian catat dulu soal ini ya” wanita itu mulai memilih spidol yang ia gunakan.
   Ia pun mulai menuliskan soal yang akan kami selesaikan, aku yang pada saat itu memang sedang ngantuk tak langsung menulis soal yang baru dituliskan sampai dengan nomor 1. Soal yang wanita itu tuliskan hampir sama dengan soal minggu lalu, begitupun aku gelagapan kalau di suruh mengerjakannya. Kini sampailah wanita itu menuliskan soal no2, aku yang pada saat itu sudah mulai bangkit dari rasa kantukku. Di sinilah muncul masalahnya.
    Tangan wanita itu tak lagi menari-nari di atas papan tulis, ia melihat kearah ku, “siapa yang melempar karet ke saya?” Tanya, ibuk itu. “karet- karet yang mana?” bisik seluruh siswa tak terkecuali aku. “Ngaku siapa yang ngelempar, atau ini ibuk perpanjang”ancam wanita itu yang kini telah memegang karet di tangan kanan-nya. Tak ada satu murid yang mengaku. Ia kembali meneruskan soal yang ia tulis, kini telah sampai ke nomor yang terakhir, 3.
   Benar, ia tak bermain-main dengan apa yang di bicarakannya. Ia pergi keluar kelas, hingga kini tak terlihat lagi sosok wanita itu. Suasana kelas bergemuruh, terdengar sorak-sorak suara “Siapa we?? Ngakulah we”. Tak ada satupun murid yang mengaku, suasana kelas semakin genting ketika masuknya sang wali kelas,-buk H.K.
   “Ada saja masalah yang kalian buat” lontar buk HK dengan nada tinggi. Terlihat dari wajahnya sedang menahan emosi yang meledak-ledak. Semua anak urid diam. Terlihat juga Bpk, Asman Situmorang selaku guru Bp kami telah berdiri di depan pintu dengan muka yang sinis. Buk HK melihat keseluruh penjuru kelas, melihat betapa tak berpendidikan anak murid yang melakukan hal itu. “Ini karet siapa yang melakukannya?”Tanya buk HK lancing, lagi, kami hanya bisa diam. “Saya hitung sampai 10, kalau tidak ada yang mengaku lihat saja nanti”ia mulai menghitung “1.2.3.4. ngakulah nak, ngaku.------5.6.7.8.9. sudah Sembilan tidak ada yang mau ngaku?—10”hitungan kesepuluh telah di ucapkan, tetapi tak ada seorangpun yang mengakuin kesalahan-nya.
    Ia semakin murka melihat kelakuan murid-muridnya yang tak ada mau mengakui kesalahannya. “Perangkat kelas beserta wakilnya, maju kedepan” perintah sang wali kelas, mereka telah berdiri di depan, dan mulai di tanyai siapa yang mengetahui tersangka di dalam kasus ini. Terlihat dari kejauhan mereka membuat gumpukkan kecil di ujung kelas, seperti membincangkan sesuatu. Selang beberapa menit, perbincangan mereka tidak membuahkan hasil sama sekali.
   “Ya tuhan, tega sekali kalian nak. Asal kalian tau laptop saya masih dalam keadaan on, meja saya berserakan, tas saya dalam keadaan terbuka,” pekik buk haka dari depan kelas, “Semoga tuhan masih menjaganya” lanjut sang wali kelas.
   “Nnnnggggguuuuuunngggggguuuu”bel tanda istirahat berbunyi. Kami tak diperbolehkan keluar,karena masih belum ketemu juga titik terang masalah ini. Lagi dan lagi buk Hk meminta untuk mengaku siapa yang melakukan hal tak berpendidikan tersebut.
  Banyak dari Etman-teman kelas yang mencurigai “Galih”-lah yang menjadi tersangka di dalam kasus ini. Namun dengan keras batinku membantak prasangka mereka. Karena pada saat itu aku sedang bercanda dengan dirinya, dan dia tidak memegang karet pada saat itu.
   Waktu terus berjalan, mata kami semua tertuju kedepan “Saya akan stay disini sampai ketemu siapa pelakunya” terdengar suara dari depan kelas. Suasana yang sebelumnya hening kini pecah ruah, tak disangka sebelumnya wanita tegar yang berada di depan kami itu menangis dengan posisi mengepalkan tangannya di meja, dan terlihatjuga di isak tangisnya ia membuka kaca-mata yang ia gunakan.
 “Sudah puluhan tahun saya mengajar, baru kali ini saya menangis di hadapan anak murid saya, jahat kalian”Ucap sang wanita itu di sela tangisnya.
Kami Hanya bisa diam, merenungi kesalahan, dan mencoba menerka-nerka siapa pelaku di balik masalah ini. Rasanya Ingin saja berteriak untuk menyerukan siapa pelakunya.
-=END-=

Paling Banyak di Baca