Selasa, 09 Juni 2015

Mimpi kemarin Malam.

  "Sebenarnya ini mimpi udah lama, tapi saya baru niat ngepost-nya hari ini, itu aja secara tiba-tiba, enggak sengaja tadi ubek-ubek folder di laptop, eh malah nemu" Gini ceritanya.
---

  Jam menunjukan pukul 07:20 PM. Aku membuka pintu depan rumah yang langsung terhubung dengan teras kecil berbentuk persegi panjang, Azan isya berkumandang, langit yang sebelumnya dihiasi dengan bintang kini tertutupi dengan awan gelap yang nampaknya akan membawa rintikan hujan deras. Aku lalu membuka laptop seraya menyilangkan kakiku, kuarahkan pandanganku kesanping kanan, kulihar handphoneku tergeletak bersama handset putih yang baru kebeli kemarin malam.
  Aku masih terbawa akan nostalgia mimpi anehku kemarin malam, sejujurnya ini bukanlah completely aneh, melainkan perpaduan antara rasa duka dan senang dikombinasikan dengan sedikit perasaan sedih. Begini ceritanya.
  Malam itu mataku sangat ngantuk, aku memutuskan untuk menaiki ranjang dan mengatur posisi tidurku. Namun, pikiranku sedikit terkusik dengan binder yang sudah hampir 2 minggu tak kusentuh. Perasaan ku membara malam itu. Aku memberanikan diri membuka lembaran kelam binder itu, dimana kulihat masih tertulis jelas hari pertama aku mengenalnya, hari dimana aku melewati masa-masa indah ataupun suram bersamanya, dan sampailah kubuka halaman binder dengan judul “Aku berhenti berharap”. Mataku berkaca-kaca, dengan hitungan detik saja air mataku jatuh tampa ku sengaja, aku membaca tulisan itu, ada semacam perasaan yang tak dapat aku gambarkan dengan kata-kata. Namun, yang pastinya pada malam itu aku sangat merindukan saat-saat dimana aku dekat dengan dirinya. Aku memeluk binderi itu, binder yang membuka kenangan masa laluku. Aku memeluk binder itu, sebelum akhirnya aku tertidur, aku sangat-sangat berharap agar tuhan menghadirkan ia dimimpiku malam itu.
                   Semua gelap, Hitam, Hitam, Hitam, Aku tertidur pulas.
Aku tertidur pulas, diranjang kamarku seperti biasa dengan di selimuti kain kesayanganku. Namun tiba-tiba tidurku terganggu tiba dimana seseorang duduk disampingku, aku memutuskan untuk bangkit dan melihat siapa orang yang duduk di atas ranjang bersamaku.
Betapa terkejutnya aku jikalau ku ketahui orang yang duduk diranjangku saat itu adalah dia, dia orang yang sangat masih aku cintai. Namun, ada yang aneh dengan dirinya. Tak penah sebelumnya kulihat ia memegang sebatang rokok dan menghisapnya lalu mengeluarkan asap dari mulutnya. Aku terdiam, ia memberiku sebatang rokok dan memaksaku untuk membakarnya dan menghisapnya. Aku tak mau melakukannya melaikan, aku hanya menghisap rokok tersebut tanpa bebakar ujungnya. Aku dan diapun berdebat dengan masalah rokok di atas ranjang malam itu. Di sela-sela perdebatan itu, aku dan dia membicarakan sesuatu yang sangat serius, sialnya aku lupa apa yang kami bicarakan. Namun, aku masih mengingat malam itu ia menangis dihadapanku, dan akupun sontak menangis sehebat-hebatnya dihadapannya, aku juga tidak ingat mengapa aku dan dia nangis dimalam itu. Aku membalikan diriku mengarah kearah tembok untuk menutupi bahwa aku sedang menangis. Setelah aku berbalik aku tak lagi melihat sosoknya, aku mencoba mencari sosoknya, aku keluar kamar, lalu aku cari di seisi rumah dan hasilnya tidak ada. Aku kembali menangis malam itu.
  Aku tersadar bahwa aku hanyalah bermimpi, namun itu seperti suatu keajaiban bagiku. Sampai saat ini aku masih bingung dengan maksud mimpi itu, Aku berterimakasih kepada tuhan atas terkabulnya permintaan kecilku. “Tuhan, berikanlah banyak kesempatan buatku untuk menghadirkannya didalam mimpiku, karena mungkin hanya dengan cara itulah aku bisa menyampaikan secara langsung apa yang aku rasakan terhadapnya”

Minggu, 07 Juni 2015

Bagaikan Coffee Latte



  

 Aku menemukan momen dimana aku tak sanggup lagi mengaduk kopi yang digabungkan dengan gula untuk menghilangkan sisi pahitnya.
     “Satu cangkir Coffee Latte”
     “Yes Please”
Tak ku seduh kopi yang biasanya terasa nikmat itu. Buih diatas kopi itu kunamakan cinta.
Ada larangan didalam hidupku, meminum kopi tidak boleh mencapurkan buih pada bagian atas dengan kopi yang sudah dilebur dengan gula, jadi buih habis, tinggallah kepalsuan kopi yang manis.
   Sudah sampai rumah, waktu untuk mendamaikan pori-pori kulit. Aku lupa satu hal, aku bahkan tak mencicipi buih dari kopi yang tadi kupesan, semakin penasaran, bukankah rasa buih itu yang diburu-buru pencinta kopi? Aku tertidur dengan rasa sedikit aneh.

Paling Banyak di Baca